02 Desember 2008

Tugas Filsafat Ilmu

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

Nama : Hardiyansyah

NPM : 170130080009

Bidang Ilmu : Ilmu Sosial (S3)

Dosen Pengasuh : Prof. (em.) H.R. Husen Djajasukanta, Ir., M.Sc., Ph.D.

Tanggal : 5 Desember 2008

Soal 1

Jelaskan dengan ringkas mengapa mahasiswa peserta Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran wajib mengikuti mata kuliah mengenai Filsafat Ilmu!

Jawaban

Alasan Pentingnya Mata kuliah Filsafat Ilmu :

Filsafat ilmu membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti apa adanya. Filsafat ilmu membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita, karena filsafat ilmu mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti: Siapakah diri saya? Apakah Tuhan benar-benar ada? Bagaimana seharusnya saya hidup? Bagaimana seharusnya kehidupan bersama di atur? Haruskah saya mematuhi apa yang telah diatur dalam kehidupan masyarakat? Dapatkah saya meyakini kebenaran dari setiap kepercayaan yang saya anut? Apakah hidup saya berarti dan punya makna? Apakah nilai-nilai dan kepercayaan sebenarnya hanya merupakan sebuah opini? Apakah hakikat pikiran, bahasa dan gagasan?

Filsafat ilmu membuat kita lebih kritis. Filsafat ilmu mengajarkan pada kita bahwa apa yang mungkin kita terima begitu saja ternyata salah atau menyesatkan atau hanya merupakan sebagian dari kebenaran.

Filsafat ilmu mengembangkan kemampuan kita dalam: (1) menalar secara jelas; (2) membedakan argumen yang baik dan yang buruk; (3) menyampaikan pendapat (lisan dan tertulis) secara jelas; (4) melihat sesuatu melalui kacamata yang lebih luas; dan (5) melihat dan mempertimbangkan pendapat dan pandangan yang berbeda.

Dengan mempelajari karya-karya para pemikir besar, para filsuf dalam sejarah dan tradisi filsafat ilmu, kita akan melihat betapa besar sesungguhnya pengaruh filsafat ilmu terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, agama, pemerintahan, pendidikan dan karya seni.

Filsafat ilmu memberi bekal dan kemampuan pada kita untuk memperhatikan pandangan kita sendiri dan pandangan orang lain dengan kritis. Kadang ini memang bisa mendorong kita menolak pendapat-pendapat yang telah ditanamkan pada kita, tetapi filsafat ilmu juga memberikan kita cara-cara berfikir baru dan yang lebih kreatif dalam mengahadapi masalah yang mungkin tidak dapat dipecahkan dengan cara lain. .

Soal 2

Anda telah dan dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan pengetahuan/sains dan filsafat ilmu dengan berbagai aliran filsafat yang mendasarinya sejak zaman Yunani kuno sampai sekarang?

Apa pendapat/kritik Anda melalui pembandingan dengan buku-buku yang telah membahasnya, di antaranya: (i) buku-buku Hidayat Nataatmaja, terutama “Krisis Manusia Modern” (1994), (ii) Mahdi Ghulsyani (1988): “Filsafat Sains menurut al-Quran”, terutama bagian “Pengantar” oleh Haidar Bagir dan Zainal Abidin (“Filsafat Sains Islam, Kenyataan atau Khayalan”), (iii) Syed Muhammad Naquib al-Attas (1995): “Islam dan Filsafat Sains”, (iv) Herman Soewardi (1999): “Roda Berputar Dunia Bergulir, Kognisi Baru Tentang Timbul Tenggelamnya Sivilisasi” dan buku-bukunya yang lain, (v) Donny Gahral Adian (2002): “Menyoal Obyektivisme Ilmu Pengetahuan”.

Jawaban

Perkembangan pengetahuan/sains dan filsafat ilmu dengan berbagai aliran filsafat yang mendasarinya sejak zaman Yunani kuno sampai sekarang secara ringkas diuraikan sebagai berikut:

1. Zaman Pra Yunani Kuno

Pada zaman ini perkembangan pengetahuan manusia ditandai oleh pengetahuan apa dan bagaimana (know how) yang diperoleh manusia itu melalui kemampuan : (1) mengamati; (2) membedakan; (3) memilih; dan (4) kemampuan untuk melakukan percobaan yang berlandaskan pada prinsip coba dan salah (trial and error).

Pada masa ini tidak lepas dari konsep Homo Sapiens yaitu manusia selaku hewan (mahluk) berfikir, yang memiliki potensi kreatif untuk mulai mengolah makanan, dengan menemukan kekuatan dan benda alam yang dapat dimampaatkan seperti api, air dan besi.

2. Zaman Yunani Kuno

Zaman ini dikenal sebagai zaman keemasan filsafat dimana pada zaman ini manusia tidak lagi menerima apa adanya, tapi mulai mempertanyakan (Rasio) dengan daya abstraksi yang didorong oleh kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Dimana terdapat empat daya untuk melakukan abstraksi yaitu :

a. Kebiasaan untuk mencatat informasi dan pengumpulan informasi tersebut secara sistematik, sehingga akumulasi pengetahuan dan pengalaman tersebut mulai masuk pada tahapan kehidupan yang lebih teratur dan murni dibandingkan masa berlangsung tradisi lisan.

b. Aplikasi dalam penemuan baru seperti peta perbintangan, sehingga menimbulkan anggapan tentang siklus matahari, bulan, minggu dan hari yang menjadi dasar pembuatan kalender.

c. Adanya kalender, sehingga acara kehidupan dan upacara dalam daur hidup (life cycle) lebih pasti waktunya.

d. Realisasi potensi imajinatif dan elaborasi daya kreasi manusia berlangsung dengan menggunakan bahan-bahan untuk memungkinkan penciftaan, seperti patung, hiasan, atau relief yang mengandung nilai artistik.

Filosof dari masa ini terbagi atas dua kelompok yaitu :

  1. Filosof-filosof Alam seperti :

a. Thales (624-548 SM)

b. Anaximander (610-547SM)

c. Anaximenes (546SM)

Ketiga tokoh ini adalah penganut aliran lonia atau Asia Minor, dimana Thales merupakan peletak dasar ilmu astronomi, geometri dan filsafat Yunani. Yang mempersoalkan tentang bobot kebenaran dari mitologi dan mencari prinsip dasar diluar uraian mitologi itu, yang mengatakan azas pertama (arkhe) alam semesta adalah air.

Menurut Anaximander prinsip pertama itu haruslah definite dan infinite, dan menurut tokoh lainnya, Anaximenes adalah udara.

Aliran berikutnya adalah Pithagorean dengan tokoh utamanya Pythagoras

yang menyatakan bahwa Alam, rasio dan kepastian, semuanya itu didasarkan pada angka, ukuran dari kepastian dan kebenaran itu adalah sistem numerikal.

Kritik terhadap aliran ionia adalah dari aliran Elea, dengan tokohnya Parmenides yang mengemukan bahwa segala sesuatu itu adalah satu dari adanya sesuatu, dan perubahan dianggap tidak ada, yang seandainya ada maka perubahan tersebut adalah sekedar ilusi belaka.

Aliran yang lain adalah Naturalis atau fisiologis dengan tokoh-tokoh seperti Empodoclas, Anaxagoras, dan Democritus. Menurut Empodocles bahwa prinsip dasar yang menggerakan segala sesuatu itu adalah cinta dan kebencian, suatu kecendrungan yang mengarah ke voluntarisme; sedangkan Anaxagoras menjelaskan bahwa sifat hakekat dari budi adalah sebagai ruang, karena budi itu haruslah mampu memuat semuanya. Democritus mengemukakan ajaran tentang otomos, yaitu partikel yang sangat kecil tetapi memiliki struktur dan bentuk, yang kemudian dari otomos itu terjadi agregat yang dapat diterima oleh pancaindera manusia.

Aliran yang lain adalah Aliran Sofis, dengan tokoh utamanya Protogoras, yang dipandang sebagai tokoh relativisme awal, yang mengajarkan bahwa setiap manusia itu dapat menentukan dengan sesuka hatinya akan hal yang benar dan tidak benar.

  1. Filosof-filosof Manusia seperti :

a. Socrates (470-399SM)

b. Plato (429-347SM)

c. Aristoteles (384-322SM)

Socrates adalah seorang moralis yang menganggap bahwa kepastian dan kebenaran itu dapat dicari dan ditemukan melalui jalan atau cara Dialektika. Dialektika adalah mempermasalahkan sesuatu itu secara terus-menerus sampai akhirnya akan dirasakan menemukan kepastian, dan karena itu orang juga kemudian sudah tidak bisa menanyakan apapun lebih lanjut lagi akan hal yang dipermasalahkan itu.

Plato berpendapat bahwa bahwa pengetahuan tidaklah sama dengan perasaan, karena sifat intelektual itu diterima dari pengetahuan. Ide absolut adalah sumber dari segala pengetahuan yang berlangsung melalui proses remembrance.

Aristoteles adalah seorang relis yang bersikap kritis, tajam dan memiliki pemikiran mendasar; karyanya adalah Politics, yang merupakan kritik terhadap Plato yang nota bene adalah gurunya. Ajaran Aristoteles yang mendasar tentang pengetahuan ialah, bahwa pengetahuan itu dipandang sebagai hubungan yang bersifat relasional antara subyek dan obyek serta dengan berbagai implikasinya.

Plato dan Aristoteles mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.

3. Zaman Pertengahan

Periode ini dikenal sebagai Filsafat abad pertengahan yang berpusat pada kebenarna wahyu tuhan (teosentrisme). Dengan tokoh-tokohnya :

  1. Thomas Aquinas (1225-1274M)

ii. St Bona Ventura (1221-1257M)

Mereka dikenal dengan melakukan rekonsiliasi antara akal dengan wahyu dengan pernyataannya : ”ansilla Theologia”.

iii. St Agustinus (1354-1430M)

Berpendapat bahwa kebenaran utama adalah kebenaran theologis dan wahyu tuhan, manusia tidak dapat mencapai kebenaran sejati tanpa iluminasi kebenaran dari tuhan. Pada saat itu Eropa dalam masa kegelapan (Dark age), sedangkan dunia islam sedang dalam zaman keemasan (golden age) terutama zaman Bani Umayyah, yang setidaknya ditandai oleh tiga hal:

a. Waktu itu ditemukan cara pengamatan astronomi sebelum Galilei dan Copernicus.

b. Penerjemahan berbagai karya filosofi Yunani kedalam bahasa Arab oleh masyarakat muslim asia tengah, dan dari situ baru sampai ke barat.

c. Ditemui 5 ciri kemajuan yaitu : toleransi; universal; pasar bertarap internasional; penghargaan terhadap ilmu dan ilmuwan dan; kebutuhan dan sarana islam.

Filosof-filosof Islam lainnya seperti:

- Al-Khawarizmi, menyusun buku aritmetika dan aljabar yang merupakan permulaan angka desimal yang sebelumnya angka yunani.

- Ibnu Sina (Ariccana), yang merupakan filosof bidang kedokteran

- Ibnu Rusyd (Averreos), seorang ahli astronomi

- Jamaludin, seorang arsitek.

4. Zaman Modern

Sejarah pemikiran pada zaman modern dapat dibagi dalam 3 tahapan, yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Masa Modern Mula

Dengan Tokoh-tokoh dan sumbangan pemikirannya adalah sebagai berikut :

  • Nicolaus (1401-1446), kardinal, yang ahli matematika dan ilmu ukur yang berupaya untuk menumbuhkan konkordansi, mencari konsensus atau titik temu antara berbagai aliran yang berada dalam konflik.
  • Nicolao Bernardo Machiavelli (1469-1527), pemikirannya tentang politik dan negara menurut Modo-geometrico suatu model seperti halnya dalam ilmu-ilmu alam dan itu dilakukan untuk memperoleh kepastian dalam politik.
  • Gallileo-Gallilei (1454-1642), guru besar di Pisa dan Padua yang menerima anggapan Copernicus bahwa bumi ini mengelilingi matahari; Gallilei adalah seorang matematikus, dan peletak dasar bagi fisika modern.
  • Rene Descartes ( -1650), karya tulisnya adalah Discours de la methode, Meditationes de prima philosophia, Passions de Fame dan La Monde. Atas dasar adanya kepastian, menurut anggapannya maka kekecauan keadaan pemikiran itu dapat diatasi. Dubium methodicum atau upaya mencari kepastian, yaitu dengan cara meragukan sesuatu terlebih dahulu. Hal ini serupa seperti apa yang dilakukan Socrates dalam dialektikanya cogito, ergo sum yang oleh Descartes dirumuskan menjadi the fact of my existence as a thinking subject.
  • Tokoh-tokoh lain zaman ini antara lain adalah : Benedict Spinoza (1632-1667), Francis Bacon (1561-1626), Gottfried Wilhelm Leibnitz (1646-1716), Thomas Hobbes (1588-1676), Jhon Locke (1632-1714), Newton (1662-1727).

b. Masa Aufklarung

Aufklarung adalah gerakan pencerahan, atau Enlightenment, telah memberikan pengaruh besar dalam kemerdekaan berfikir, dan pemikiran baru dalam politik, kenegaraan, hukum, sastra dan pemikiran keagamaan. Gerakan ini merupakan pemacu utama dari evolusi progresif dari jaman modern sampai kini, yang mendorong keinginan dan kehendak akan kemajuan intelektual, karena itu pula Revolusi Perancis dan Amerika terkait dengan gerakan Aufklarung, yang kemudian menimbulkan berbagai ideologi modern.

Beberapa tokoh gerakan ini dan pemikirnya dapat dikemukakan dalam uraian tentang Diderot; D’alambert; Hegel dan Schopenhauer.

c. Masa Aliran Idealisme dan Positivisme

Para pemikir Aufklarung ialah Diderot; D’alambert; Voltaire dan JJ Rousseau; kemudian di masa ini juga tumbuh idealisme dan usaha membangun sistem semesta karena pengetahuan itu tumbuh menjadi multi pelikatif dan desintegratif. Dalam upaya membangun sistem yang bersifat semesta itu maka termasuk tokoh-tokoh seperti Imannuel Kant, Fichle, Schelling, Hegel dan Schopenhauer, yang juga dianggap sebagai pelopor idealisme yang bersifat intelektualistik dan volunaristik. Positivisme jugo mendorong pertumbuhan berbagai ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan alam dan ilmu tentang manusia dan masyarakatnya serta berbagai faham atau aliran pemikiran.

Pertama kali istilah positivisme digunakan oleh, yang kemudian disebarkan Auguste Compte di Perancis, dan Vond Feurbuch di Jerman. Aliran ini menolak segala pemikian kesiflafatan dan theologikal, karena itu hanya menerima wujud kepastian. Pistivisme itu menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya wujud dari kepastian.

5. Zaman Fislafat Kontemporer (Abad 20)

Terdapat tiga aliran yang menonjol, yaitu sebagai berikut:

  1. Aliran Positivisme, merupakan puncak dari empirisme, dimana empirisme yang ekstrim dipelopori oleh A. Comte. Ilmu yang benar memiliki kriteria:

- Eksplanotoris dan analitis

- Memiliki metode

- Tidak dibedakan dengan manusia maupun dengan alam sekitarnya.

Positisme ditandai tiga hal, yaitu kesatuan ilmu (pradigma sama), kesatuan bahasa dan kesatuan metode.

  1. Aliran Behaviorisme, aliran ini menganggap manusia lebih dari sekedar benda mati. Tokoh utamanya Cassirer, yang menyatakan manusia merupakan mahluk simbolik karena mampu menjawab rangsangan dan tanggapan.
  2. Aliran Posmodernism, merupakan filsafat menganai sain dan sain dianggap sebagai agama baru.

Kritik-kritik yang telah dikemukakan pada aliran-aliran perkembangan pengetahuan/sains adalah:

a. Kritik terhadap Rasionalisme,

- Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba.. Eksistensi tentang idea yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu sendiri belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama. Lebih jauh terdapat perbedaan pendapat yang nyata diantara kaum rasionalis itu sendiri mengenai kebenaran dasar yang menjadi landasan dalam menalar. Plato, St. Augustine, dan Descartes masing-masing mengembangkan teori-teori rasional sendiri yang berbeda.

- Banyaknya diantara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerpkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis. Kecenderungan terhadap abstraksi dan kecenderungan dalam meragukan serta menyangkal sahnya pengalaman keinderaan telah dikritik oerang habis-habisan.

- Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini. Banyak dari idea yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah pada waktu yang lain.

b. Kritik terhadap Empirisme

- Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman? Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan pacaindra. Lankali dia muncul sebagai sebuah sensasi ditambah dengan penilaian. Sebagai sebuah konsep, ternyata pengalaman tidak berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif yang sangat ditinggikan oleh kaum empiris. Kritikus kaum empiris menunjukkan bahwa fakta tak mempunyai apapapun yang bersifat pasti.

- Sebuah Teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indera, kiranya melupakan kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan hayalan dan fakta.

- Empirisme tak memberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin, dalam pengertian di atas merupakanpengetahuan yang seluruhnya diragukan.

d. Kritik terhadap metode keilmuan

- Metode keilmuan membatasi secara begitu saja mengenai apa yang dapat diketahui manusia, yang hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan teknik keilmuan. Tuntutan bahwa ilmu adalah satu-satunya cara dalam memperoleh pengetahuan secara sah mempunyai arti bahwa kita hanya mempertahankan dunia seluas apa yang diketahui lewat metoda tersebut.

- Ilmu memperkenankan tafsiran yang banyak terhadap suatu benda atau kejadian. Tiap tafsiran mungkin saja benar sejauh apa yang dikemukakan. Berbagai-bagai hipotesis yang semuanya adalah sah dapat diajukan dalam menjelaskan serangkaian fakta tertentu, meskipun tiap hipotesis mungkin mempergunakan bahasa atau istem klasifikasi yang berbeda. Kesatuan dan konsistensi dari pengetahuan ternyata tidak sejelas apa yang kita duga.

- Ilmu menggambarkan hakekat mekanistis-bagaimana benda-benda berhubungan satu sama lain secara sebab akibat-namun ilmu tidak mengemukakan apakah hakekat benda itu, apalagi mengapa benda itu ada seperti itu. Pengujian kebenaran keilmuan pada dasarnya bersifat pragmatis; tentu saja banyak gunanya dalam mengetahui bahwa “jika x, maka y”, tetapi juga manusia juga ingin tahu apakah sebenarnya kenyataan itu dan apakah maknanya-alasan eksistensi dari benda-benda itu. Dalam hal-hal seperti di atas, ilmu tetap membisu.

- Pengetahuan keilmuan, meskipun sangat tepat, tidaklah berarti bahwa hal ini merupakan keharusan, universal maupun tanpa persyaratan tertentu. Karena ilmu mengakui bahwa dia tidak mampu untuk menyediakan pengetahuan yang pasti dan lengkap, kita mempunyai cukup alasan untuk berpaling kepada metode-metode yang lain, dengan mengisi pengetahuan yang tidak terjangkau oleh kegiatan keilmuan.

Selanjutnya, Menurut Hidayat Nataatmaja (1994) dalam “Krisis Manusia Modern” secara tegas dan cermat menyatakan bahwa “Manusia yang belum merdeka dalam arti subjektif kalau diberi hak kemerdekaan dalam arti objektif akan menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk memperbudak orang lain, dan karena itu mustahil mereka menyadari hakikat perbudakan yang mereka jalankan terhadap orang lain, sehingga lahirlah Ilmu maling teriak maling”. Akibatnya sampai hari ini Indonesia sebagai bangsa, kurang manusiawi dalam pendidikan, kesehatan dan daya beli, keadilan, lingkungan yang porak poranda dengan illegal loggingnya, termasuk dalam kebebasan beragama seperti yang terjadi akhir-akhir ini terjadi bentrokan bahkan pembakaaran tempat ibadah antara salah satu golongan terhadap golongan lain yang mengakibatkan terjadi pengebirian serta kecurigaaan antara sesama anak bangsa . Apapun sebabnya segala bentuk pemerkosaan keyakinan dan penyempitan, pemberangusan, pembredelan, pembodohan dan pembusukan yang dilakukan secara structural maupun cultural telah berhasil membuat bangsa ini melupakan panggilan tanggungjawabnya terhadap prikemanusian dan perikeadilan yang beradab.

Kemudian, Mahdi Ghulsyani mengemukakan dalam “Filsafat Sains menurut al-Quran”, bahwa Al-Quran memang merupakan Kitab petunjuk bagi manusia, dan mencakup apa saja yang diperlukan manusia dalam wilayah iman dan amal. Al-Quran bukan merupakan ensiklopedi sains, dan mencocok-cocokkannya dengan teori-teori sains yng berubah tidaklah tepat. Tetapi, hal yang juga tidak bisa dipungkiri bahwa Al-Quran memberi rujukan-rujukan terhadap sebagian fenomena alam. Hal ini bukan untuk mengajarkan sains, tetapi harus digunakan sebagai bantuan dalam menarik perhatian orang kepada keagungan Allah dan dengan begitu membawanya dekat kepada-Nya. Kemajuan sains juga membawa membawa kemudahan dalam memahami berbagai ayat-ayat kealaman, misalnya : Tidakkah mereka orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi keduanya dulu merupakan sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya, dan dari air kami jadikan segala-sesuatu yang hidup (21:30). Merujuk kepada evolusi jagad raya dan peranan air dalam kehidupan. Pendapat ini sesuai dengan Al-Maraghi : "Bukan maksud saya untuk mengatakan bahwa Kitab Suci ini mencakup secara rinci atau ringkas, seluruh sains dalam gaya buku teks, tetapi saya ingin mengatakan bahwa Al_Quran mengandung prinsip-prinsip umum dalam artian seseorang dapat menurunkan seluruh pengetahuan tentang fisik dan spiritual manusia yang ingin diketahuinya dengan bantuan prinsip-prinsip tersebut. Adalah penting untuk tidak memperluas makna ayat sejauh itu, agar kita dapat menafsirkannya dalam sorotan sains. Juga seseorang tidak boleh melebih-lebihkan penafsiran fakta-fakta ilmiah sehingga cocok dengan Al-Quran. Bagaimana pun, jika makna lahiriah ayat itu konsisten dengan sebuah fakta ilmiah yang mantap, kita dapat menafsirkannya denga bantuan fakta itu. Pesan Al-Quran bagi Ilmuwan Muslim; dalam Al-Quran terdapat lebih dari 750 ayat membahas berbagai fenomena alam. Ayat-ayat ini melibatkan sebuah pesan penting bagi para ilmuwan Muslim. (1) Dianjurkan untuk mengkaji seluruh aspek alam dan menemukan misteri-misteri penciptaan. "Dan pada penciptaan kalian dan pada binatang0binatang melata itu terdapat ayat-ayat bagi kaum yang meyakininya (45:5)”; Tetapi mengkaji ayat-ayat keilmuan dalam Al-Quran harus mendorong kaum Muslim untuk mengejar sains dan tidak hanya terpaku pada petunjuk-petunjuk yang ada; (2) Ayat-ayat itu menegaskan bahwa segala sesuatu di dunia itu teratur dan bertujuan. Dan tidak ada cacat. "... Dan Dia ciptakan segala sesuatu, kemudian Dia mengaturnya dengan sangat tepat (25:2)”; (3) Al-Quran menyuruh kita mengenali hukum-hukum alam (pola-pola Allah di alam semesta) dan mengeksploitasinya untuk kesejahteraan manusia dengan tidak melampaui batas-batas syariah. " .... Allah telah meninggikan langit dan menyeimbangkannya. janganlah kalian menyalahi keseimbangan (55:5-8)”. Eksploitas material harus menggiring kita pada kemajuan spiritual dan bukan menghancurkannya; (4) Sains adalah perwujudan berbeda dari satu dunia yang diciptakan dan yang dikelola oleh satu Tuhan. Karena itu kombinasi ilmu-ilmu tersebut harus menggiring kita kepada gambaran tunggal dunia; (5) Al-Quran dan hubungannya dengan sains, adalah keunikan pandangan dunia dan epistemologinya. Kebanyakan kesalahan yang terjadi pada perkembangan sains memiliki akar pada pandangan materialistik yang menyertai sains modern. Al-Quran memperingatkan kita pada perangkap-perangkap ini dan memberitahukan rintangan-rintangan terhadap pengetahuan alam yang benar kepada kita.

Syed Muhammad Naquib al-Attas menyadari bahwa “virus” yang terkandung dalam Ilmu Pengetahuan Barat modern­sekuler merupakan tantangan yang paling besar bagi kaum Muslimin saat ini. Dalam pandangannya, peradaban Barat modern telah membuat ilmu menjadi problematis. Selain telah salah-memahami makna ilmu, peradaban Barat juga telah menghilangkan maksud dan tujuan ilmu. Sekalipun, peradaban Barat modern menghasilkan juga ilmu yang bermanfaat, namun peradaban tersebut juga telah menyebabkan kerusakan dalam kehidupan manusia. Dalam pandangan Syed Muhammad Naquib al-Attas, Westernisasi ilmu adalah basil dan kebingungan dan skeptisisme. Westernisasi ilmu telah mengangkat keraguan dan dugaan ke tahap metodologi ‘il­miah.’ Bukan hanya itu, Westernisasi ilmu juga telah menjadikan keraguan sebagai alat epistemologi yang sah dalam keilmuan. Menurutnya lagi, Westernisasi ilmu tidak dibangun di atas Wahyu dan kepercayaan agama. Namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Ilmu pengetahuan modern yang diproyeksikan melalui pandangan-hidup itu dibangun di atas visi intelektual dan psikologis budaya dan peradaban Barat. Menurut Syed Muhammad Naquib al­Attas, ada 5 faktor yang menjiwai budaya peradaban Barat: (1) akal diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia; (2) bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran; (3) menegaskan aspek eksisterisi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; (4) membela doktrin humanisme; (5) menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan. Karena ilmu pengetahuan dalam budaya dan peradaban Barat itujustru menghasilkan krisis ilmu pengetahuan yang berkepanjangan, Syed Muhammad Naquib al-Attas berpendapat ilmu yang berkembang di Barat tak semestinya harus diterapkan di dunia Muslim. Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan tajam bagi menyebarluaskan cara dan pandangan hidup sesuatu kebudayaan. Sebabnya, ilmu bukan bebas-nilai (value-free), tetapi sarat nilai (value laden). Memang antara Islam dengan filsafat dan sains modern, sebagaimana yang disadari oleh Syed Muhammad Naquib al­Attas terdapat persamaan khususnya dalam hal-hal yang menyangkut sumber dan metode ilmu, kesatuan cara mengetahui secara nalar dan empiris, kombinasi realisme, idealisme dan pragmatisme sebagai fondasi kognitif bagi filsafat sains; proses dan filsafat sains. Bagaimanapun, ia menegaskan terdapat juga sejumlah perbedaan mendasar dalam pandangan hidup (divergent worldviews) men­genai Realitas akhir. Baginya, dalam Islam, Wahyu merupakan sumber ilmu tentang realitas dan kebenaran akhir berkenaan dengan makhluk ciptaan dan Pencipta. Wahyu merupakan dasar kepada kerangka metafisis untuk mengupas filsafat sains sebagai sebuah sistem yang meng­gambarkan realitas dan kebenaran dan sudut pandang rasionalisme dan empirisme. Tanpa Wahyu, ilmu sains dianggap satu-satunya pengetahuan yang otentik (science is the sole authentic knowledge). Kosong dari Wahyu, ilmu pengetahuan ini hanya terkait dengan fenomena. Akibatnya, kesimpulan kepada fenomena akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Tanpa Wahyu, re­alitas yang dipahami hanya terbatas kepada alam nyata ini yang dianggap satu­satunya realitas. Mendiagnosa virus yang terkandung dalam Westernisasi ilmu, Syed Muhammad Naquib al-Attas mengobatinya dengan Islamisasi ilmu. Alasannya, tantangan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral dan telah diinfus ke dalam praduga-praduga agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dan refleksi kesadaran dan pengalaman manusia Barat. Jadi, ilmu pengetahuan modern harus diislamkan. Mengislamkan ilmu bukanlah pekerjaan mudah seperti labelisasi. Selain itu, tidak semua dan Barat berarti ditolak, karena terdapat sejumlah persamaan dengan Islam seperti disebutkan di atas. Oleh sebab itu, seseorang yang mengislamkan ilmu, perlu memenuhi prasyarat, yaitu ia harus mampu mengidentifikasi pandangan­hidup Islam (the Islamic worldview) sekaligus mampu memahami budaya dan peradaban Barat. Pandangan hidup dalam Islam adalah visi mengenai realitas dan kebenaran (the vision of reality and truth). Realitas dan kebe­naran dalam Islam bukanlah semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada di dalam konsep Barat sekular mengenai dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kajian metafisis terhadap dunia yang nampak dan tidak nampak. Jadi, pandangan hidup Islam mencakup dunia dan akhirat, yang mana aspek dunia harus dihubungkan dengan cara yang sangat mendalam kepada aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki signifikansi yang terakhir dan final. Pandangan hidup Islam tidak berdasarkan kepada metode dikotomis seperti obyektif dan subyektif, historis dan normatif. Namun, realitas dan kebenaran dipahami dengan metode yang menyatukan. Pandangan hidup Islam bersumber kepada wahyu yang didukung oleh akal dan intuisi. Substansi agama seperti: nama, keimanan dan pengamalannya ibadahnya, doktrinya serta sistem teologinya telah ada dalam wahyu dan dijelaskan oleh Nabi. Islam telah lengkap, sempurna dan otentik. Tidak memerlukan progresifitas, perkembangan dan perubahan dalam hal-hal yang sudah sangat jelas (al-ma‘lum min al-din bi al-darürah). Pandangan hidup Islam terdiri dan berbagai konsep yang saling terkait seperti konsep Tuhan, wahyu, pen­ciptaan, psikologi manusia, ilmu, agama, kebebasan, nilai dan kebaikan serta kebahagiaan. Konsep-konsep tersebut yang menentukan bentuk perubahan, perkembangan dan kemajuan Pandangan hidup Islam dibangun atas konsep Tuhan yang unik, yang tidak ada pada tradisi filsafat, budaya, peradaban dan agama lain. Oleh sebab itu, Islam adalah agama sekaligus peradaban. Islam adalah agama yang mengatasi dan melintasi waktu karena sistem nilai yang dikandungnya adalah mutlak. Kebenaran nilai Islam bukan hanya untuk masa dahulu, namun juga sekarang dan akan datang. Nilai-nilai yang ada dalam Islam adalah sepanjang masa. Jadi, Islam memuliki pandangan hidup mutlaknya sendiri, merangkumi persoalan ketuhanan, kenabian, kebenaran, alam semesta dll. Islam memuliki penafsiran ontologis, kosmologis dan psikologis tersendiri terhadap hakikat. Islam menolak ide dekonseknasi nilai karena merelatifkan semua sistem akhlak. Setelah mengetahui secara mendalam mengenai pandangan hidup Islam dan Barat, maka proses Isiamisasi baru bisa dilakukan. Sebabnya, Islamisasi ilmu pengetahuan saat ini (the Islainization of present-day knowledge), melibatkan dua proses yang saling terkait: mengisolir unsur-unsur dan konsep­konsep kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat (5 unsur yang telah disebutkan sebelumnya), dan setiap bidang ilmu pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam ilmu pengetahuan humaniora. Bagaimanapun ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus diislamkan juga khususnya dalam penafsiran-penafsiran akan fakta-fakta dan dalam formulasi teori-teori. Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, jika tidak sesuai dengan pandangan hidup Islam, maka fakta menjadi tidak benar. Selain itu, ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol dan ilmu modern; beserta aspek-aspek empiris dan rasional, dan yang berdampak kepada nilai dan etika, penafsiran historisitas ilmu tersebut, bangunan teori ilmunya, praduganya berkaitan dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya, hubungan dan kaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan sosial harus diperiksa dengan teliti. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap bidang dan ilmu pengetahuan saat ini yang relevant. Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka Islamisasi akan membebaskan manusia dan magik, mitologi, animisme, tradisi budaya nasional yang bertentangan dengan Islam, dan kemudian dan kontrol sekular kepada akal dan bahasanya. Islamisasi akan membebaskan akal manusia dan keraguan, dugaan (zann) dan argumentasi kosong menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual, intelligible dan maten. Islamisasi akan mengeluarkan penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dan ideologi, makna dan ungkapan sekular.

Dalam pandangan Herman Soewardi, sejalan dengan pandangan Kuhn dan Tarnas menyatakan SBM (dalam istilahnya adalah Sains Barat Sekuler) ahirnya menjurus kepada 3-R. ialah Resah Renggut. Rusak. Resah ialah orangnya. Renggut perenggutan negara-negara berkembang oleh negara-negara maju, dan rusak adalah kerusakan alam yang menyeluruh. Resah: sifat resah orang-orang barat. Atau “insecurity feeling “seperti dikatakan oleh Eric Fromm, bukan merupakan sifat “intrinsic “. Akan tetapi merupakan akibat dan pandangan dan sepak terjang masyarakat barat itu sendiri. Eric Fromm menguraikan bahwa dasar bagi terjadinya sifat ini berpokok pangkal pada “freedom” yang merupakan acuan individu dan masyarakat namun suatu kebebasan yang “menyebelah” secara psikologis ia juga “submissiveness” sama-sama diperlukan. Kebebasan atau freedom yang menyebelah ini lama kelamaan menjadikan mereka tidak tahan (“unbearable”) mengahadapi-nya, maka mereka pun minggat dari kebebasan itu. Dalam tiga bentuk: sadism, masochism, dan automation itu. (lihat fromm “Escape from freedom”. 1941).selanjutnya “feeling of insecurity”ini menjadikan mereka bergulat sungguh-sungguh agar bisa menguasai segala yang mereka perlukan sebanyak-banyaknya. Namun kata Fromm, semua orang barat begitu. Maka mereka mau tidak mau harus berkompetisi secara ketat dengan sesama mereka. Maka menjelmalah masyarakat barat sebagai masyarakat konflik. Kemudian, dalam bukunya lainnya yang berjudul “the sane society” (1952), ia melanjutkan bahwa sifat resah ini dianggap sifat yang “normal”, atau orang barat itu normalnya pada keadaan resah yang disebut “pathologi of normalcy”. Lebih lanjut Herman membanding-kan antara masyarakat barat dan masyarakat muslim, Surat Al-Hujurat ayat 10 memerintahkan persaudaraan (Ukhuwwah). Persaudaraan adalah kebalikan dari konflik dan konflik ini pasti berlatar belakang pada nafsu amarah (Q. Yusuf: 53), atau jiwa yang mudah sekali dibawah kearah kejahatan inilah sifat “normal” Masyarakat barat, yang membawa mereka kearah keserakahan dan pelimpahan hawa nafsu atau hedonisme suatu kehidupan yang tidak ada puas-puasnya seperti dikatakan oleh Marshall; “Variety is the spice of life.” Renggut, adalah perenggutan (defrifation) SDA di negara-negara berkembang oleh negara-negara maju, kini terjadilah ketimpangan yang luar biasa. Seperti dikemukakan oleh The Club of Rome, 20% penduduk negara-negara maju mengkonsumir 80% SDA dunia. Sedangkan 80% penduduk negara-negara berkembang hanya mengkonsumir 20% SDA dunia. Apa sebab demikian? inilah akibat system perekonomian liberalistic kapitalistik “profit maximization principle” yang berbeda dengan prinsip yang dianut oleh kebanyakan penduduk negara-negara berkembang, ialah prinsip kebutuhan sebagai “inner driving force” (lihat Yuyun Wirasasmita, 1999). Dengan perbedaan prinsip ini, SDA dari negara-negara berkembang menjadi terkuras habis, adapun implikasi dari ketentuan ini adalah bahwa bila negara-negara berkembang ingin mempertahankan keutuhan SDA mereka. Mereka pun harus serakah seperti orang-orang barat. Benarkah? Rusak, Kerusakan dunia kita, menurut pakar lingkungan (lihat Kruift, 1994) dimulai sejak abad pertama (kelahiran Nabi Isa a.s. atau kristus). Kerusakan ini membesar dan menguat setiap tahun, dan penghujung abad 20 kerusakan alam telah sangat menghawatirkan, yang dikatakan oleh Tarnas, semakin hari semakin menggawat. Adapun, menurut Mander Goldsmith (eds, 1996) Globalisasi dan “satu ekonomi dunia” yang datang bersamanya akan menjadikan kerusakan bumi semakin menghebat. Prinsip “Comparative advantage” menjadikan barang-barang harus didatangkan dari tempat-tempat yang ribuan mil jauhnya. Termasuk pangan. Hal mana akan meningkatkan polusi air, udar dan darat, hal mana kerusakan ekologi laut oleh pukat harimau, kecelakaan-kecelakaan pabrik insektisida di Bhopal (India), Bocornya reactor nuklir seperti di Chernobil (Rusia), kerusakan hutan yang dahsyat seperti di Indonesia dsb. Pendek kata, saya kira, boleh khawatir oleh datang nya kiamat sebelum kiamat yang sebenarnya terjadi. Mengapa resah, renggut, rusak itu semuanya terjadi dan terus menghebat? bagaimana mekanismenya sehingga Sains Barat sekuler (SBS) yang canggih itu tak kuasa mencegahnya? Secara Epsitomologis kita akan melihat adanya kealpaan besar pada kemampuan SBS, ialah bahwa ia hanya mampu menghadapi kausalitasyang bersifat “co-extensive” (sebab dan akibat terjadi pada waktu yang sama. Namum tidak berdaya dalam menghadapi kausalitas yang bersifat “Sekuensial” (sebab yang akibatnya terjadi pada waktu belakangan setelah “a span of time”). Dua buah contoh dapat dikemukakan disini, ialah pada limbah CFC (Chloro fluoro-Carbon), dan pada toksisitas al dan fe dibidang pertanian yang merusak tanah dan menurunkan produksi. Limbah CFC yang memjadikan bolong-bolongnya lapisan ozon baru diketahui setelah terjadi akumulasi limbah itu didunia. Dan toksisitas al dan fe, dibidang pertanian diketahui hanya setelah 30 tahun digunakan pupuk-pupuk urea dan TSP dengan”overdosis”. Kedua contoh ini menunjukkan akibat dari akumulasi, atau akumulasi akibat yang bersifat “sekuensial”. Sains Tauhidullah. Herman Soewardi menyodorkan Sains yang Islami, sebagai alternatif terhadap Sains Barat Sekuler yang hampir kandas, karena landasannya adalah induktif empirical yang tidak layak dilanjutkan lagi karena adanya cacat besar dalam observasi sehubungan adanya “lensa” yang ada didepan mata,. Lensa inilah yang menyebabkan knowbilyty manusia rendah dalam mengobservasi jagat raya yang sebenarnya, jagat raya yang dipertanyakan manusia. Namun kini menguasai hajat hidup orang banyak dan dipuja puji sebagai agama baru yang bersifat sekuler, namun pada penghujung abad ke 20 Sains Barat Sekuler telah menuju ke 3-R (Resah, Renggut, Rusak). Ontologi dari Sains Tauhidulloh adalah alur pikir lain dari yang ditempuh oleh SBM, ialah alur pikir yang dipandu dan diridhoi oleh oleh Allah SWT, sebagaimana dalam Quran surat Al-Alaq, ayat 5 “Allah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya “ Maka karakteristik utama ST adalah “naqliah memandu aqliah” atau wahyu yang memandu fitrah atau akal manusia dalam menangkap rangsangan inderawi untuk mengungkap jagat raya yang merupakan Kalam Allah (maju menjadi “Kalam” dari “qolam”) Ini berarti bahwa observasi harus dipandu oleh Kalam Allah (“mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring”). Akan tetapi dalam dalam konkritisasinya ST dihadapkan pada masalah teknis yang cukup besar bagaimana menggunakan wahyu sebagai pemandu observasi, yang merupakan asas ST. Dengan perkataan lain diperlukan kemampuan tafsir dari petunjuk Wahyu-wahyu sebagaimana yang tertera dalam Al-Quran . Dalam hali ini Arkoun telah memberi contoh agar sampai pada “Kalam Allah” yang maknawiyah dari teks atau nash yang bersifat harfiah. Selain contoh tafsir tematis sebagaimana yang diuraikan oleh Quraish Shihab, dan tafsir kontektual sebagaimana diuraikan oleh Syed Qutub.

Soal 3

Dengan mengambil contoh dalam cabang/bidang ilmu yang menjadi kajian atau perhatian anda, tuliskan paling sedikit tiga buah yang berbeda jenis atau variasi (kalau ada) mengenai : (a) konsep (pengertian); (b) proposisi (pernyataan), baik (i) proposisi kategorik, maupun; (ii) proposisi kondisional/hipotetik; (c) penalaran deduktif langsung, baik (i) Oposisi (perlawanan), (ii) Konversi (pembalikan), atau (iii) Obversi; (d) Penalaran deduktif taklangsung (silogisme), yang terdiri dari (i) Silogisme kategorik, baik sebagai silogisme mauapun sebagai proposisi hipotetik, dan (ii) Silogisme kondisional/hipotetik.

Jawab

a. Contoh Konsep (pengertian) :

1. Konsep Administrasi adalah:

1) Proses pelaksanaan kegiatan

2) Dilakukan oleh dua orang atau lebih

3) Saling kerja sama

4) Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Sondang P. Siagian, 1980).

2. Konsep Organisasi adalah :

1) Sekelompok orang

2) Terikat secara formal

3) Ada hubungan atasan dan bawahan

4) Saling kerjasama

5) Untuk mencapai tujuan bersama

3. Konsep Good Governance adalah :

1) Kepemerintahan/governance yang baik

2) Yang ditandai dengan adanya hubungan yang sinergis dan konstruktif

3) diantara Negara, sektor Swasta dan Masyarakat

4) yang melibatkan seluruh pelaku (stakeholders) yang berkepentingan tergantung dari permasalahan yang dihadapi

  1. Contoh Proposisi (pernyataan)

(i) Contoh Proposisi kategorik :

1) Semua bentuk kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan adalah Administrasi

2) Tidak semua bentuk kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan adalah Administrasi

3) Sebagian bentuk kerja sekelompok orang untuk mencapai tujuan adalah Administrasi

(ii) Contoh Proposisi kondisional/hipotetik :

1) Bila pendidikan aparatur meningkat, maka kinerja pelayanan akan lebih berkualitas

2) Bila kinerja pelayanan berkualitas, maka pendapatan asli daerah akan bertambah

  1. Penalaran Deduktif langsung

(i) Contoh Oposisi (Perlawanan) :

a) Premis: Tidak semua kumpulan orang adalah organisasi (I)

b) Konklusi: Sebagian kumpulan orang adalah organisasi (O)

(ii) Contoh Konversi (Pembalikan) :

a) Premis: Semua bentuk kerja sama antara 2 orang atau lebih untuk mencapai tujuan dalam sebuah wadah adalah organisasi (A)

b) Konklusi: Semua organisasi adalah bentuk kerja sama 2 orang atau lebih dalam sebuah wadah untuk mencapai tujuan (A)

(iii) Contoh Obversi :

a) Premis : Semua bentuk kerja sama antara 2 orang atau lebih dalam sebuah wadah untuk mencapai tujuan adalah organisasi (A)

b) Konklusi : Semua bentuk kerja sama 2 orang atau lebih tanpa wadah dan tujuan adalah bukan oragnisasi

  1. Penalaran deduktif taklangsung (silogisme)

(i) Contoh Silogisme kategorik (figura I, modus AAA)

Premis : - Semua bentuk kerja sama antara 2 orang atau lebih dalam sebuah wadah untuk mencapai tujuan adalah organisasi

- Semua organisai adalah bentuk kerja sama 2 orang atau lebih dalam sebuah wadah dengan maksud untuk mencapai tujuan.

Konklusi: - Semua bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan adalah organisasi

Contoh Silogisme hipotetik (dengan konektif “jika....,maka....”)

Premis : - Jika tidak ada pengendalian, maka perencanaan yang telah matang tidak akan ada manfaatnya

- Jika perencanaan yang matang tidak ada manfaatnya lagi, maka tujuan organisasi tidak akan tercapai.

Konklusi: - Jika tidak ada pengendalian, maka tujuan organisasi tidak akan tercapai

(ii) Contoh Silogisme kondisonal/hipotetik.

Premis : - Jika barang yang dibeli akan dijual kembali, maka barang tersebut adalah persediaan.

- Pada perusahaan dealer mobil, mobil yang dibeli adalah untuk dijual kembali

Konklusi: - Pada perusahaan dealer mobil, mobil adalah persediaan

(iii) Contoh Silogisme kondisonal/hipotetik.

Premis : - Jika barang yang dibeli akan dijual kembali, maka barang tersebut adalah persediaan.

- Pada perusahaan dealer mobil, mobil yang dibeli adalah untuk dijual kembali

Konklusi: - Pada perusahaan dealer mobil, mobil adalah persediaan