12 Februari 2008

Tiga Dimensi Kesempurnaan Islam

Sebagian besar ulama sepakat bahwa ayat yang terakhir kali turun adalah ayat 3 dalam surat al-Maidah, yang artinya : “Pada hari ini telah kusempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan Aku rela Islam menjadi agamamu”. Ayat ini diturunkan pada waktu Rasulullah melaksanakan ibadah haji wada’ (haji perpisahan atau haji yang terakhir kali dilakukan oleh Rasulullah). Tidak lama setelah Rasulullah menerima ayat ini, kondisi fisik Rasulullah makin menurun dan kemudian Beliau wafat. Ayat ini menyatakan bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna, tentu saja sempurna dalam segala hal dan dalam segala dimensinya. Paling tidak ada tiga dimensi untuk melihat kesempurnaan Islam.
Pertama, dimensi kesempurnaan sistem/mencakup keseluruhan (syumuliyatul minhaj). Tidak ada satu perkarapun dalam hidup ini yang terlepas dari perhatian agama Islam, dari hal yang paling kecil sampai kepada perkara-perkara besar sudah diatur sedemikian rupa dalam aturan, etika dan adab-adab dalam Islam. Dari bangun tidur hingga tidur kembali, ada aturan mainnya. Apa yang membedakan antara orang Islam dengan orang di luar Islam? Apa beda antara tidurnya orang Islam dengan orang di luar Islam? Sekilas tidak ada bedanya. Tetapi apabila dikembalikan kepada etika dan adab dalam Islam, maka akan ditemukan banyak sekali perbedaannya. Kata Rasulullah, apabila engkau hendak tidur maka bacalah do’a dan miringkan badanmu kesebelah kanan, jangan membelakangi kiblat dan sebaiknya berwudhulah terlebih dahulu. Beliau juga mengatakan, apabila engkau masuk WC, maka berdoalah dan dahulukan kakimu sebelah kiri terlebih dahulu dan keluar WC dengan mendahulukan kaki kanan. Janganlah engkau membuang air kecil di lobang-lobang tanah dan di pohon-pohon kayu. Baru sekedar etika dan adab dalam buang air kecil saja, sudah dapat menjadi rahmat bagi lingkungan sekitar. Mengapa Rasul melarang buang air kecil di lobang tanah? Karena di lobang tanah ada kehidupan lain, ada semut ada cacing yang juga ingin hidup dan apabila disiram dengan air seni dapat menyakitinya atau bahkan dapat membunuhnya. Pohon kayu juga bisa mati dengan air seni, bahkan kawat berduri pun bisa berkarat dengan air seni. Dan dengan buang air kecil yang tidak beradab itu pula dapat menimbulkan bau yang tidak sedap. Dengan adab buang air kecil ini kita telah dapat menjadi rahmat bagi makhluk lain, apalagi dengan melakukan adab dan etika yang lain yang lebih besar. Artinya, apabila hal-hal kecil seperti tidur, masuk WC, makan, minum, berpakaian, buang air kecil dan lain-lain saja sudah diatur sedemikian rupa dalam Islam, tentu hal-hal yang besar seperti sistem ekonomi, politik, militer, pendidikan, kenegaraan dan lain-lain juga ada aturannya dalam Islam. Bahkan telah sangat banyak para cendekiawan membahas panjang lebar tentang berbagai sistem dalam Islam, baik berkaitan dengan masalah ekonomi, politik, pendidikan, hukum, militer, dan sebagainya. Hasil dari pembahasan tersebut, berbagai mutiara-mutiara adab dan etika dari setiap sistem tersebut bermunculan. Sebut saja tentang sistem kemiliteran dalam Islam. Dalam banyak peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah dan peperangan yang dipimpin oleh para khalifah setelah Rasulullah, sebagian besar dapat dimenangkan oleh Islam. Dalam waktu singkat, semua Jazirah Arab telah diislamkan. Bahkan Islam sempat menguasai dan mewarnai daratan Eropa selama lebih kurang tujuh abad dengan pusat kedudukannya di Andalusia atau Spanyol sekarang ini. Semananjung Balkan-pun dapat pula diislamkan, Asia Timur, Asia Selatan, bahkan sampai ke Asia Tenggara, Islampun berkembang dengan pesat. Kalau dilihat dalam peta dunia, wilayah Islam ini membentang dari Maroko (Afrika Utara) hingga ke Merauke (Indonesia Timur), dari Afrika Selatan hingga ke Semenanjung Balkan (Eropa Timur). Yang menjadi pertanyaan adalah, strategi apa dan bagaimana taktik serta adab yang dilakukan oleh para tentara-tentara Islam tersebut dalam memperluas wilayahnya? Mengapa wilayah-wilayah yang ditundukkan Islam tersebut kemudian dapat menerima ajaran Islam yang dibawa oleh para mujahid tersebut? Dalam satu kesempatan, Khalifah Umar bin Khattab pada saat mempersiapkan dan melepas keberangkatan pasukan Muslim yang akan berangkat ke medan pertempuran melawan tentara Romawi berpesan. “Wahai saudara-saudaraku, ada beberapa adab yang harus dipegang dalam peperangan nanti, jangan kalian menebang pohon yang sedang berbuah, mengeruh (membuat kotor/keruh) mata air yang sedang mengalir, membunuh anak-anak dan perempuan.” Bayangkan, dalam situasi perangpun Islam tetap mengedapankan nilai-nilai moral dan etika. Bandingkan dengan peperangan yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar Islam. Atau kita bandingkan saja bagaimana peristiwa sepuluh tahun Aceh dalam status Daerah Operasi Militer (DOM). Bagaimana kelakuan dari militer kita? Banyak sekali peristiwa biadab yang dilakukan oleh oknum tentara dan polisi kita. Penulis pernah membaca buku yang berjudul “Aceh Bersimbah Darah (Kasus Aceh selama DOM)” yang ditulis oleh Al-Chaedar. Kalau teringat buku itu, saya jadi merinding. Sebab banyak sekali kasus-kasus yang menyedihkan diluar batas-batas perikemanusiaan. Bayangkan, banyak sekali anak-anak yatim dan janda selama operasi militer. Ayahnya (karena anggota GAM) disiksa dan kemudian dibunuh, istrinya diperkosa di depan anaknya sendiri. Kejadian seperti itu jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika. Padahal dalam banyak peristiwa peperangan dalam Islam yang telah dicatat dalam tinta emas sejarah, apabila pasukan Muslim menawan tentara musuh, maka mereka diperlakukan dengan sangat manusiawi. Sebagai hukuman, bagi tawanan yang memiliki kepandaian membaca dan menulis, maka tawanan tersebut diperintahkan untuk mengajari anak-anak yang belum bisa tulis baca dan lain-lain. Demikian juga dengan sistem yang lain, sistem pendidikan misalnya. Jauh-jauh hari Rasulullah mengatakan bahwa “menuntut ilmu itu wajib”, “tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat” yang kata orang Barat “long life education” bahkan kata Beliau, “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”. Dalam masa kejayaan Islam, telah banyak lahir cendekiawan Muslim dalam segala disiplin ilmu, sebut saja ahli kedokteran, Ibnu Sina yang menjadi peletak dasar ilmu kedokteran, Ibnu Chaldun dalam bidang ilmu sosial, matematika, filsafat. Bahkan istilah-istilah dalam kimia, aljabar, angka-angka berkembang pesat dalam masa kejayaan Islam. Sangat repot sekali apabila kita berhitung dengan angka Romawi, tetapi dengan angka Arab perhitungan angka-angka menjadi lebih ringkas dan mudah. Al-Quran menjadi sumber dari segala ilmu pengetahuan. Jauh sebelum Copernicus mengatakan bahwa pusat tata surya adalah matahari, al-Quran telah lebih dahulu menyebutkan hal tersebut. Artinya, sebelum teknologi teropong bintang dibuat orang, Rasul sudah mengetahui bahwa pusat tata surya adalah matahari, dari siapa? Tentu saja dari Allah melalui Al-Quran. Sistem ekonomi telah diatur dengan sangat detail dalam Islam. Setidaknya ada enam etika jual beli (bisnis) dalam Islam yang diatur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, antara lain adalah (1) Bahwa bisnis (jual beli) dilakukan atas dasar suka sama suka; (2) Bahwa ada hak untuk melakukan khiyar (pilihan untuk meneruskan atau membatalkan transaksi); (3) Menyempurnakan takaran dan timbangan; (4) Perjanjian (perikatan) dilakukan secara tertulis atau dengan dua orang saksi; (5) Larangan jual beli ijon; dan (6) Larangan menimbun. Dimensi kedua kesempurnaan Islam adalah bahwa Islam (sistem, etika, adab, ajaran, aturan dan lain-lain) berlaku sepanjang zaman (syumuliyatuzzaman). Agama Islam berlaku untuk masa yang lalu, kini, dan masa yang akan datang. Bahkan agama Islam adalah agama dunia-akhirat, agama langit dan bumi, agama jasmani dan rohani. Tidak ada sama sekali pernyataan bahwa agama Islam ini hanya berlaku pada zaman Nabi Muhammad saja, dan setelah itu tidak berlaku lagi. Islam tidak pernah ketinggalan zaman, karena agama ini berasal dari Allah yang menciptakan zaman itu sendiri. Agama ini sudah disiapkan oleh Allah untuk menjadi agama akhir zaman. Tidak ada agama lagi yang diturunkan oleh Allah sesudah agama Islam (lihat Q.S. Al-Maidah ayat 3). Islam menyempurnakan agama-agama yang telah diturunkan Allah sebelumnya. Agama yang dibawa Nabi Isa AS masih belum sempurna, maka Islam hadir untuk menyempurakannya. Mengapa dikatakan demikian? Karena Nabi Isa AS pada saat mengajarkan kitab Injil masih “bujangan” (misalnya), maka tentu saja adab dan etika berumah tangga (hubungan suami istri, hubungan anak dengan orang tua, dan lain-lain) belum begitu dirinci dengan jelas. Demikian juga bagaimana etika mendidik anak, etika menikah, talak, rujuk, dan lain-lain belum dijelaskan secara detail. Untuk itu Islam hadir dalam rangka menyempurnakannya. Mengapa kemudian agama Islam “seolah-olah” ketinggalan zaman? Bahkan banyak penganutnya yang lebih suka dikatakan modern seperti orang Barat daripada dikatakan sebagai orang Islam yang soleh? Bahkan untuk mengejar predikat modern itupun ia berusaha “mempreteli” identitas kemuslimannya. Misalnya dalam mode pakaian. Dalam Islam mode pakaian apa saja yang dipakai tidak menjadi masalah, asalkan menutup aurat. Namun kenyataan yang kita lihat, banyak sekali orang Islam yang memiliki mode pakaian seperti orang Barat yang menampakkan “aurat”. Mereka beralasan bahwa mode pakaian Barat lebih modern, sementara pakaian secara Islam dianggap ketinggalan zaman. Maka kemudian banyak sekali “muslimah” (terutama mahasiswi) yang mengenakan baju-baju ketat (yang lebih cocok untuk anak-anak SD atau SMP) yang kalau dipakai menampakkan lekuk-lekuk tubuh, pusar, dan (maaf) celana dalamnya, agar dikatakan modern/maju. Kalau indikator modern-tidaknya seseorang diukur dari mode pakaian yang membuka aurat (you can see my kelek), maka tentu saja tidak perlu jauh-jauh kita mencontoh, kita kenakan saja pakaian seperti saudara kita orang-orang Kubu (pedalaman Jambi dan suku-suku pedalaman di Papua). Islam telah menawarkan pakaian yang modern dengan menutup aurat. Kalau ini kita laksanakan, maka tidak perlu UU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Karena ini perintah Allah, maka kita yakin Allah tidak akan menzalimi hambanya. Dimensi ketiga (yang terakhir) tentang kesempurnaan Islam adalah bahwa Islam berlaku disemua tempat (syumuliyatul makaan). Walaupun Islam lahir di Kota Mekah, negeri Arab, namun Islam bukan hanya untuk orang Mekah atau orang Arab. Tidak ada satupun ayat yang ditujukan khusus untuk orang Arab saja. Misalnya ada kata-kata “ya ayyuhannas” (hai manusia), tidak ada kata-kata “hai orang-orang Arab”. Hal ini menunjukkan bahwa memang agama Islam ditujukan bukan hanya untuk orang Arab tetapi untuk seluruh umat manusia, dari suku bangsa manapun dan di tempat manapun dia berada. Allah berfirman : “Kami tiada mengutus engkau ya Muhammad melainkan kepada sekalian umat manusia, untuk memberi kabar gembira dengan surga dan memberi peringatan dengan neraka, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti…” (Q.S. 34:28). Islam tidak dibatasi oleh batas-batas geografi, tidak pula dibatasi oleh pulau dan negara atau oleh benua. Islam berlaku di semua tempat dan dalam situasi apapun. Sebagai contoh, ucapan salam “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” ditujukan kepada orang dalam kondisi apapun dan dimanapun. Tidak melihat kondisi apakah di pagi hari, sore hari atau malam hari. Ucapan tersebut cocok untuk digunakan dalam waktu apapun. Lain halnya dengan ucapan “selamat pagi, selamat sore, atau selamat malam”, ucapan tersebut hanya digunakan sesuai kondisinya. Yang menjadi masalah adalah apabila kita tidak tahu kondisi/situasi apakah waktu masih pagi atau sudah sore, karena cuaca mendung jam tidak punya misalnya, maka akhirnya kita mengucapkan “selamat mendung?”. Kalau pabrik motor honda memproduksi motor honda, maka pihak pabrik tahu persis kondisi motor honda tersebut, kelebihannya dan kekurangannya. Seiring dengan itu, lazimnya pabrik motor honda mengeluarkan buku panduan agar pemanfaatan motor honda tadi lebih efisien, lebih baik dan lebih awet. Bagaimana jadinya bila motor honda tersebut memakai buku panduan yang dikeluarkan oleh pabrik motor suzuki? Tentu saja bukan menjadi lebih awet, malah akan semakin cepat hancur berantakan. Demikian pula halnya dengan kita, kita diciptakan oleh Allah, oleh karenanya Allah tahu persis siapa kita, kelemahan kita, kekurangan, kelebihan kita dan lain-lain. Allah sangat sayang (rahman dan rahim) akan ciptaan-Nya, oleh karenanya agar manusia dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat, maka Allah turunkan panduan hidup berupa agama yang terakhir, yaitu Islam. Rasul bersabda “aku wariskan kepadamu dua perkara, apabila engkau memegangnya (menjadikannya sebagai panduan/pedoman) maka engkau tidak akan sesat selama-lamanya, panduan tersebut adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits (Sunnah). Berdasarkan uraian singkat di atas, maka jelaslah bahwa Islam adalah agama yang syumul (lengkap) karena mencakup seluruh segi kehidupan alam semesta ini. Islam adalah sistem menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Imam Syahid Hassan al-Banna mengungkapkan bahwa Islam adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih. Prinsip ini tidak dibutuhkan oleh umat Islam generasi awal, karena mereka telah meyakini dan memahami bahwa Islam mencakup segala aspek kehidupan dengan tabiat dan fitrah mereka yang jernih, hingga Abu Bakar r.a., khalifah pertama berkata, “Sekiranya tali untaku hilang niscaya aku mendapatkan (jawaban/hukumnya) dalam Kitabullah”. Mereka bersungguh-sungguh menerapkan Islam secara keseluruhan (kafah), tanpa terkecuali atau memilih-milih. Mereka sangat takut jika termasuk orang-orang yang Allah katakan, “Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (Al-Baqarah:85). Dengan prinsip ini, runtuhlah pemahaman-pemahaman yang keliru yang dituduhkan kepada Islam oleh orang-orang Islam yang tidak mengerti Islam, baik tidak sengaja maupun disengaja dengan maksud berkompromi dengan musuh Islam atau orang-orang yang menyatakan permusuhannya terhadap Islam, berusaha menebarkan keraguan tentangnya, menjauhkan manusia darinya, dan memerangi pemikiran, realitas, dan eksistensinya. Pemahaman-pemahaman yang salah dan parsial seputar cakupan Islam terhadap seluruh aspek-aspek kehidupan, membatasi hanya pada aspek spiritual, ritual secara zalim, dan penuh permusuhan telah tersebar di tengah umat Islam. Padahal hal ini sangat bertentangan dengan ajaran yang dikumandangkan dan disyariatkannya. Pemahaman-pemahaman itu dikemas dengan untaian kata-kata manis yang memperdayakan sehingga terpesonalah sebagian Muslim lugu dan tidak berilmu, lalu menirukannya seperti burung beo yang menirukan perkataan secara tidak sadar. Dengan demikian umat islam sangat memerlukan upaya untuk menyingkap berbagai syubhat dan kesesatan tersebut, serta menjelaskan hakikat Islam berikut berbagai prinsip dan aturan tentang seluruh aspek kehidupan yang dicakupinya. Imam Syahid Hassan al-Banna mengungkapkan semua itu dalam pernyataan, “Supaya menjadi dasar untuk memahami kesempurnaan”. Wallahu a’lam bishowab.
Drs. Hardiyansyah, M. Si.

Tidak ada komentar: